I made this widget at MyFlashFetish.com.

Kamis, 14 Juni 2012

Konsep Dasar Bronkitis

1.      Definisi Penyakit
Bronkitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Sedangkan Bronchitis akut adalah peradangan bronki dan kadang2 mengenai trakea yang timbul secara mendadak.
Bronchitis kronis adalah adalah gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mucus yang berlebihan pada bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang kurangnya dalam dua tahun berturut – turut.
(Manurung, 2009, hal 123)
Definisi Bronkitis menurut beberapa sumber, Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien.
Bronkhitis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi/ektasis (pelebaran) bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik.
 (Gunawan,2006)
Yang dimaksut dengan bronkiris kronis (BK) adalah suatu sindroma kilinis berupa batuk batuk kronis berdahak stiap hari selama paling sedikit 3 bulan dan selama paling sedikit 2 tahun berturut-turut.
(Danusantoso,1999)
Bronkitis akut adalah radang pada bronchus yang biasanya mengenai trachea dan laring, sehingga sering dinamai juga dengan laringotracheobronchitis. (Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system pernapasan, (Somantri, 2008)
Bronkitis akut merupakan inflamasi bronkus pada saluran napas bawah.
(Chang dkk, 2009.)
2.      Etiologi
Terdapat 3 faktor utama yang mempengruhi timbulnya bronchitis, yaitu : rokok, infeksi dan polusi.
a.       Rokok
Rokok  adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP (Volume Ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan hyperplasia kelnjar mucus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkotirsi akut.
b.      Infeksi
Eksasebasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan virus yang kemudian menebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah hemophilus influenza dan pneumonie.
c.       Polusi
polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai factor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi O2, zat – zat pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
(Manurung. 2009)

Bronkitis kronik dapat merupakan komplikasi kelainan patologik pada beberapa alat tubuh, yaitu:

a.       Penyakit jantung menahun,yang disebabkan olh kelainan patologik pada katup maupun miokardia. Kongesti menahun pada dinding bronkus melemahkan daya tahan sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
b.      Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan sumber bakteri yang dapat menyerang dinding bronkus
c.       Dilatasi dinding bronkus (brokhiektasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronkus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
(Soemantri, 2008)

Patofisiologi
Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa bronchus dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecil – kecil sedemikian rupa sampai bronchiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara lain yang biasa terdapat pada daerah industri. Polusi tersebut dapat memperlambat aktifitas silia dan pagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah.
Pada bronkitis kronis, zat-zat iritan menimbulkan inflamasi percabangan trakeobronkial dalam waktu tertentu sehingga terjadi peningkatan produksi mukus dan penyempitan atau penyumbatan jalan napas. Ketika inflamasi terus berlanjut, sel-sel goblet dan sel-sel epitel mengalami hipertrofi. Karena mekanisme pertahanan yang alami terhalang.
Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel – sel penghasil mukus di bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan – perubahan pada sel – sel penghasil mukus dan sel – sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari saluran nafas.
Mucus yang kental dan pembesaran bronkus akan mengobstruksi jalan napas terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan menurunnya ventilasi alveolus, hipoksia, dan asidosis. Pasien mengalami kekurangan O2 jaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PO2. Kerusakan ventilasi juga dapat meningkatkan nilai PCO2 sehingga pasien terliahat sianosis. Sebagai kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit berlabihan).
(Kowalak,2003,hal239)

Manifestasi klinis
Gejala utama bronkitis adalah timbulnya batuk  produktif (berdahak) yang mengeluarkan dahak berwarna putih kekuningan atau hijau. Dalam keadaan normal saluran pernapasan kita memproduksi mukus kira-kira beberapa  sendok  teh setiap harinya. Apabila saluran pernapasan utama paru (bronkus) meradang, bronkus akan menghasilkan mukus dalam jumlah yang banyak yang akan memicu timbulnya batuk. Selain itu karena terjadi penyempitan jalan nafas dapat menimbulkan shortness of breath.
Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada yaitu :
a.       Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah
b.      Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak
c.       Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis
d.      Pada paru didapatkan suara napas yang kasar

Menurut Ngastiyah (1997), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama, yaitu :
a.       Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan seseorang  kurang istirahat.
b.      Daya tahan tubuh yang menurun.
c.       Anoreksia sehingga berat badan sukar naik.
d.      Kesenangan anak untuk bermain terganggu dan Konsentrasi belajar anak menurun.

 PATWAYS

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gg Asma


A.    PENGKAJIAN
1)      RIWAYAT KESEHATAN
a.       Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma bronchial adalah dispnea, (bisa sampai berhari –hari atau berbulan-bulan), batuk dan mengi( pada beberapa kasus lebih banyak paroksismal)
b.      Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya factor predisposisi timbulnya penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran nafas.
c.       Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronchial sering kali di dapatkan adanya riwayat penyakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak di temukan adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya.

B.     GENOGRAM

C.     PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Perawat juga perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan, kegelisaan, kelemahan, suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernafasan, yang meningkat, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket, dan posisi istirahat klien.
·         Inspeksi
Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usahadan frekuensi pernafasan. Inspeksi dada terutama untuk melihat postur bentuk dan kesimestrisan, adanyapeningkatan diameter antriorposterior, sifat dan irama penafasan , dan frekuesi pernafasan.
·         Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi.(mengembang)
·         Perkusi
Pada perkusi di dapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diagfragma menjadi datar dan rendah.
·         Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat di sertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih 3 kali inspirasi, dengan bunyi nafas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.
·    Perawat perlu memonitor dampak asma, meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dll.
·   Pada saat inspeksi tingkat kesadaran juga harusnya di kaji, apakah compos mentis, somnolen, atau koma.
·     Pengukuran output urine perlu karena berkaitan dengan intake cairan, oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria, karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
·       Perlu juga di kaji bentuk, tugor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi, mengingat hal tersebut juga merangsang serangan asma
 (mutaqin,2008)

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa 1 :
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Jalan nafas pasien dapt kembali efektif.
Kriteria hasil :
Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi :
a.    Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
b.    Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
            c.     Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
           d.    Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.
e.    Berikan air hangat.
                   Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
f.     Kolaborasi obat sesuai indikasi.
                   Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).
                   Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.

Diagnosa 2 :
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam Pola nafas pasien dapat kembali efektif.
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkanpernafasan
4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
6. Kolaborasi
-Berikan oksigen tambahan
- Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.

Diagnosa 3 :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.(dlm beraktivitas)
Tujuan :
Selama tindakan keperawatan 5 x 24 jam Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Kriteria hasil :
KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot terasa pada skala sedang
Intervensi :
1. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
       Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2.    Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
       Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
3.    Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
     Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau bantal.
4.  Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
       Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5.    Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
       Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.

Evaluasi
a. Jalan nafas kembali efektif.
b. Pola nafas kembali efektif.
c. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.


Konsep Dasar Asma


A.   PENGERTIAN
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trachea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah ubah secara spontan maupun sebagi hasil pengobatan.(the American thoracic society,1962)
Asma adalah suatu gangguan pada saluarn bronchial yang mempunyai ciri bronkospasme periodic(kontraksi spasme pada saluran nafas).(soemantri, 2009)
Asma adalah suatu penyakit dari system pernafasan yang meliputi peradangan dari jalan nafas dan gejala – gejalabronkospasme yang bersifat reversible. (crocket,1997)

B.   ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asthma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
    Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui     bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

2. Faktor presipitasi
    Alergen
         Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Seperti : debu, bulu      binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut. Seperti : makanan dan obat-obatan.
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. seperti : perhiasan, logam dan jam tangan.
·         Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dandebu.

·         Stress.
            Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

·         Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

·         Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

TIPE ASMA
1.  Asma alergik/ekstrinsik, merupakan suatu bentuk asma dengan allergen seperti bulu binatang, debu, ketombe, dll.
                              Bentuk asma ini biasanya di mulai dari kanak – kanak.
2.  Idiopatik atau nonalergik asma / intrinsic, tidak berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik, saluran nafas atas, aktifitas, emosi/strees dan polusi lingkungan akan mencetuskan  serangan.
                              Bentuk asma ini biasanya di mulai ketika dewasa >35 tahun.
3.     Asma campuran, merupakan bentuk asma yang paling sering. Di karakteristikan dengan bentuk ke dua jenis asma alergik dan ideopatik atau nonalergik.
      (soemantri,2009)

PATOFISIOLOGI
Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E (IgE). Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 (IL-2) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis (SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema  mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yangsangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995)
Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. (Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 1991).
Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia, (Tjen daniel,1991).


MANIFESTASI KLINIS

Gejala asma terdiri atas triad, yaitu dispnea, batuk, dan mengi. Gejala yang di sebutkan terakhir sering di anggap sebagai gejala yang harus ada, dan data lainnya seperti terlihat pada pemeriksaan fisik.(irman,2009)
Karena asma merupakan suatau penyakit yang di tandai dengan penyempitan jalan nafas yang reversible , maka gambaran klinis dari asma memperlihatkan variabilitasyang besar baik di antara penderita asma dan secara individual di sepanjang waktu . masalah utamanya adalah kepekaan selaput lender bronchial dan hiperaktif otot bronchial . rangkaian pengaruh dari edema selaput lender bronchial, peningkatan produksi mucus (dahak).menimbulkan penyempitan jalan nafas dan menyebabkan empat gejala asma yang utama  yakni : batuk, mengi , pernafasan pendek , dan rasa sesak di dada , (crockett,1997)

KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah pneumotoraks, atelektasis, gagal nafas, bronkhitis dan fraktur iga.(http/nursingbegn.com)

PENATALAKSANAAN
            Pengobatan nonfarmakologi
a)      Penyuluhan, penyuluhan ini di tujukan untuk peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asma, sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan obat secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
b)      Menghindari factor pencetus, klien perlu di bantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada lingkungannya, di ajarkan cara menghindari dan mengurangi factor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi klien.
c)      Fisioterapi. Dapat di gunakan untuk mempermudah pengeluaran mucus, ini dapat di lakukan dengan postural drainase, perkusi, fibrasi dada.
Pengobatan farmakologi
a)      Agonis beta: metraproterenol(alupent, metrapel).bentuknya aerosol, bekerja sangat cepatdi berikan sebanyak 3-4 x semprot, dan jarak  antara semprotan pertama dank e dua adalah 10 mnt.
b)      Metilxantin , dosis dewasa di berikan 125-200 mg 4 x sehari. Golongan metilxantin adalah aminofilin dan teofilin.obat ini di berikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
c)      Kortikosteroid, jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respons yang baik, harus di berikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4 x semprot tiap hari.pemberian steroid dalam jangka yang lama mempunyai efek samping, maka  klien yang mendapat steroid jangka lama harus di awasi dengan ketat.
d)     Kromolin dan iprutropium bromide (atroven). Kromolin merupakan obat pencegah asma khususnya untuk anak-anak. Dosis iprutropium bromide di berikan 1-2 kapsul 4x sehari (kee dan hayes, 1994)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.       Pengukuran fungsi paru(spirometri), untuk menunjukkan adanya obtruksi jalan nafas.
b.   Tes provokasi bronchus, untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronchus (histamine, metakolin, allergen, keg.jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata)
c.       Pemeriksaan kulit, untuk menunjukkan adanya antibody lg E yang spesifik dalam tubuh
d.      Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaaan sputum
Pada pemeriksaan sputum di temukan :
·       Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristal eosinosil
·  Terdapat spiral curschmann, yakni spiral yang merupakan cast cell (sel cetakan)dari cabang bronkus.
·        Terdapt  crecole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
·   Netrofil dan eosinosil yang terdapat pada sputum umumnya bersifat mukoid dengan viskositas  yang tinggi dan kadang – kadang terdapat mukus plug.

e.       Pemerikasaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin di harapkan terjadi peningkatan eosinofil.sedangkan leukosit dapat meningkat atau normal , walaupun terdapat komplikasi
·  Analisis gas darah pada umumnya normal, akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
·      Kadang – kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
·      Hipomatremia dan kadar leukosit kadang – kadang di atas 15.000/mm 3 dimana menandakan  terdapatnya suatu infeksi.
·     Pada pemeriksaan factor – factor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu seranagan  dan menurun pada waktu pasien bebas dari serangan.

f.       Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma umunya normal .pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru – paru , yakni radiolusen yang bertambah dan pelebaran rongga interkostal , serta diagfragma yang menurun .akan tetapi bila terdapat komplikasi , maka kelainan yang di dapatkan adalah sebagai berikut :
·         Bila di sertai dengan bronchitis , maka bercak – bercak di hilus akan di tambah.
·       Bila terdapat komplikasi emfisema , maka gambaran radiolusen akan tetapi akan semakin bertambah.bila terdapat komplikasi pneumonia , maka terdapat gambaran infiltrate pada paru – paru.
·         Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal
 (mutaqqin, 2008)

PATWAYS